PRINSIP
ITIKAD BAIK BERDASARKAN PASAL 251 KUHD DALAM ASURANSI KERUGIAN
Oleh :
Eti
Purwiyantiningsih
Abstrak
setiap orang
di dalam hidupnya memiliki resiko. Cara terbaik untuk berjaga-jaga terhadap
resiko tersebut dengan cara ikut asuransi. Salah satu asuransi yang sering di
ikuti adalah asuransi kerugian yang diatur dalam pasal 251 KUHD. Dalam pasal
251 KUHD ada pandangan pernyataan sebagai cermin atau penggambaran kejujuran
oleh peserta asuransi terkadang tidak disetujui.
Kata kunci :
itikad baik dan asuransi keruigian
PENDAHULUAN
Tiap orang
memiliki suatu benda tentu menghadapi suatu resiko penurunan nilai, bisa
diakibatkan karena hilang,rusak,terbakar atau karena sebab lainya. Soeisono
Djojosoedarso dalam disertai Arief soeryono mengatakan bahwa resiko timbul
karena adanya ketidakpastian, yang berarti ketidakpastian adalah merupakan
kondisi yang menyebabkan keragu-raguan seorang mengenai kemampuannya untuk
meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang akan terjadi di masa
mendatang. Kondisi yang tidak pasti itu karena berbagai sebab, antara lain :
1. Tenggang
waktu antara perencanaan suatu kegiatan itu berakhir/menghasilkan dimana makin
panjang tenggang waktu makin besar ketidakpastiannya.
2. Keterbatasan
informasi yang tersedia yang diperlukan dalam penyusunan rencana.
3. Keterbatasan
pengetahuan/kemampuan/teknik pengambilan keputusan dari perencanaan.
Pasal 246
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) menentukan bahwa asuransi adalah suatu
perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang
tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian atau kehilangan, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena peristiwa tidak tentu.
Berdasarkan pasal 246 KUHD kita
dapat menarik unsur-unsur penting dalam asuransi atau pertanggungan yaitu :
1. Pihak-pihak,
yaitu penanggung dan tertanggung.
2. Status
pihak-pihak. Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan berbadan hukum dapat
berbentuk perseroan terbatas (PT), Perusahaan perseroan koperasi, tertanggung
dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum.
3. Obyek
asuransi, dapat berupa benda hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan
sejumlah yang disebut premi atau ganti kerugian.
4. Peristiwa
asuransi, yaitu perbuatan hukum (legal Act) berupa persetujuan atau kesepakatan
tertanggung mengenai obyek asuransi peristiwa tidak pasti (evenement) yang
mengancam benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi.
5. Hubungan
asuransi, adalah keterikatan (legality bound) yang timbul karena kesepakatan
bebas.
Sebagai
suatu perjanjian supaya sah asuransi atau pertanggungan itu haruslah memenuhi
semua syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHD yaitu
adanya 4 (empat) syarat :
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal
tertentu.
4. Suatu sebab
yang halal.
Untuk sahnya
perjanjian pertanggungan disamping harus memenuhi pasal 1320 perdata juga harus
memenuhi ketentuan pasal 251 KUHD yang mengharuskan adanya pemberitaan tentang
semua keadaan yang diketahui oleh tertanggung mengenai benda pertanggungan.
Pasal 251 KUHD menetukan bahwa
semua pembertiaan yang salah atau tidak benar atau penyembunyian keadaan yang
diketahui oleh si tertanggung, betapapun jujurnya itu terjadi pada pihaknya
yang bersifat sedemikian rupa sehingga perjanjian tidak akan diadakan atau
diadakan dengan syarat-syarat yang sama bilamana penanggung mengetahui keadaan
yang sesungguhnya dari benda itu, menyebabkan pertanggungan itu batal.
Dalam asuransi ada 4 prinsip :
1. Prinsip
kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest)
2. Prinsip
jaminan atas kerugian (indemnity)
3. Prinsip
kepercayaan (trustfull)
4. Prinsip
itikad baik (utmost goodfaith
Prinsip
itikad baik ini berhubungan dengan pasal 1320,1321,1323,1328 dan 1338 KUHD
perdata serta pasal 251 KUHD. Dalam pasal 1338 ayat 3 KUHD perdata adalah bahwa
perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut. Itikad baik bukan saja
harus ada pada saat perjanjian, tetapi juga pada saat dibuatnya atau
ditandatanganinya suatu perjanjian. Agar prinsip itikad baik ini benar-benar
terpenuhi sangat diharapkan kepada pihak tertanggung untuk tidak
menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan oleh pihak penanggung. Pihak
penanggung juga harus beritikad baik dengan menjelaskan luas jaminan yang
diberikan dan hak-hak dari tertanggung.
Pasal 251 KUHD merupakan
ketentuan khusus dari pasal 1321 dan 1322 KUH Perdata. Kekhususannya adalah
bahwa pasal 251 KUHD tidak mempertimbangkan apakah perbuatan tertanggung itu
dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja. Prinsipnya, seandainya penanggung
mengetahui keadaan yang sebenarnya dari benda yang diasuransikan itu, dia tidak
akan mengadakan asuransi dengan syarat-syarat yang demikian itu.
Tujuan pasal 251 KUHD adalah
untuk melindungi penanggung atau membebaskanya dari resiko yang secara tidak
adil diperalihkan kepadanya, sehingga dalam pasal 251 KUHD itu tidak menjadi
pertimbangan apakah pada tertanggung terdapat itikad baik atau tidak. Dengan demikian,
penyembunyian atau mendiamkan suatu keadaan tentang benda pertanggungan itu
tidaklah dipersoalkan apakah itu terjadi dengan disengaja oleh si tertanggung
ataukah karena menganggap keadaan tidak penting.
PEMBAHASAN
Asuransi kerugian berlaku setelah
permintaan penutupan asuransi (SPPA) yang diserahkan tertanggung kepada
penanggung disetujui oleh penanggung. Dengan disetujui SPPA, berate bertemulah
kehendak penanggung dengan tertanggung. Dengan demikian perjanjian asuransi
bersifat konsensuil, lahir berdasarkan kesepakatan tanpa memerlukan syarat
formalitas tertentu, karena perjanjian asuransi kerugian sudah berlaku sebelum
polisnya dibuat, polis baru dibuat kemudian berdasarkan SPPA.
Pasal 255 KUHD menentukan bahwa
pertanggungan harus diadakan secara tertulis dengan sepucuk akta, yang
dinamakan polis. Apabila melihat ketentuan pasal tersebut, polis merupakan
syarat sahnya perjanjian asuransi, padahal polis adalah alat bukti tentang
adanya perjanjian asuransi, karena perjanjian asuransi bersifat konsensuil.
Pasal 257 ayat 1 KUHD menentukan
bahwa perjanjian pertanggungan ada segera setelah diadakan, hak-hak dan
kewajiban-kewajiban timbal balik dari tertanggung dan penanggung mulai sejak
saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani.
Pasal 257 KUHD menyatakan bahwa
perjanjian pertanggungan itu bersifat konsensuil akan tetapi pasal 255 KUHD mengharuskan pembuatan
perjanjian pertanggungan itu dalam suatu akta yang disebut polis. Polis
merupakan tanda bukti adanya perjanjian pertanggungan bukan merupakan unsur
dari perjanjian pertanggungan, dengan tidak adanya polis tidak menyebabkan
perjanjian pertanggungan batal.
Asas konsensualisme menetukan
bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau lebih orang telah mengikat
sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam
perjanjian tersebut, segera setelah orang tersebut mencapai kesepakatan atau
konsesus, meskipun kesepakatan telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini
berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan
bagi para pihak berjanji tidak memerlukan formalitas. Walaupu demikian untuk
menjaga kepentingan pihak debitor.
Persesuian kehendak dalam
asuransi kerugian dinyatakan secara tertulis, yaitu dengan diajukannya
permohonan dengan mengisi SPPA oleh tertanggung kepada penanggung yang kemudian
disetujui oleh penanggung.
Untuk sahnya perjanjian asuransi
harus memenuhi ketetntuan pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
1. Persesuain
kehendak.
2. Kecakapan
pihak-pihak yang mengikatkan diri.
3. Suatu hal
tertentu.
4. Sebab yang
diperbolehkan.
Pihak
penanggung dalam asuransi kerugian adalah suatu perusahaan berbadan hukum.
Direktur perusahaan yang menandatangi polis adalah pihak yang sah mewakili
perusahaan berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Berdasarkan fakta tersebut,
berarti tertanggung dan penanggung adalah pihak-pihak yang memiliki wewenang
melakukan tindakan hukum baik secara subyektif maupun obyektif. Kewenangan
subyektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan tidak berada dibawah
perwalian (trusteeship) atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan obyektif
artinya tertanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi
berdasarkan anggaran dasar perusahaan.
Perjanjian asuransi pada
dasarnya adalah perjanjian pergantian kerugian. Tujuan asuransi adalah
memperalihkan risiko tertanggung dengan imbalan pembayaran premi dari
tertanggung. Semuanya tertuang dalam polis. Dengan adanya kepercayaan dari
pihak penanggung yang diimbangi dengan itikad baik dari tertanggung, menunjukan
adanya penerapan prinsip kepercayaan dan prinsip itikad baik dalam asuransi
kerugian. Itikad baik tidak saja ada pada tertanggung, tetapi juga ada pihak
penanggung karena penanggung sudah menjelaskan luas jaminan yang diberikan
kepada tertanggung, yang semua tertuang dalam polis. Pasal 1338 ayat 3 KUH
Perdata menentukan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik. Yang dimaksud itikad baik dalam pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata adalah
bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut.
KESIMPULAN
Ketentuan
pasal 251 KUHD tidak diterapkan sepenuhnya dalam asuransi kerugian masih
diperhatikan adanya itikad baik dari tertanggung. Pemberitaan tentang keadaan
dari benda pertanggungan dalam asuransi kerugian menuntut adanya itikad baik
dari tertanggung artinya pertanggungan tidak berjalan seandainya keselahan
pemberitaan itu terjadi karena itikad baik dari tertanggung. Oleh karena itu
pihak tertanggung tidak boleh berbohong atau membuat berita tidak benar supaya
benda tertanggung diganti.
Jadi harus ada itikad baik dan
kesadaraan hati nurani dari pihak tertanggung untuk memberikan informasi yang
benar tentang benda tertanggung.
Nama
kelompok :
1)
Daniel Anugrah Wibowo
2)
Deden Muhammad
3)
Nur rahman
4)
Peter burju
5)
Rachman hidayah
6)
Sulung panji
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar